Jumat, 30 Maret 2018

Aspek-Aspek Hukum Dalam Ekonomi


Contoh Kasus:

INVESTASI VGMC PENIPUAN
VGMC berambisi menjadi pemimpin industri pertambangan, produksi, dan perdagangan emas. Caranya dengan membuat kerjasama ventura, kemitraan, akuisisi, dan eksplorasi.
Karena itulah VGMC menawarkan Convertible Preferred Stocks (CPS) senilai US$ 3 miliar hingga US$ 5 miliar. Jumlahnya setara dengan Rp 27 triliun hingga Rp 45 triliun. CPS ini adalah instrumen investasi berbentuk saham preferen.
Perusahaan yang mengaku berdiri sejak tahun 1999 ini menawarkan CPS kepada investor global sejak tahun 2001. CPS tersebut kelak bisa ditukar menjadi saham biasa VGMC, saat mereka melangsungkan penawaran saham perdana ke publik (IPO).
Rencananya, hajatan ini baru terlaksana tahun 2015 mendatang. Aksi korporasi itu pun baru dilakukan jika kondisi pasar memungkinkan. Hingga berita ini ditulis, KONTAN belum berhasil menghubungi nomor telepon dan alamat VGMC yang terpampang di situsnya.
Bermodal kepercayaan
Dalam situsnya, VGMC hanya memberikan informasi ala kadarnya. Tidak ada informasi mengenai rekam jejak kinerja keuangannya. Mereka hanya memberikan penjelasan tentang prospek berinvestasi CPS, plus cara pendaftarannya secara on line.
Sebagai ilustrasi, pada saat pertama kali ditawarkan, harga CPS tahun 2001 sebesar US$ 0,8 per saham. Nah, nilainya dijanjikan bakal terus berkembang seiring perkembangan bisnis emas milik VGMC.
Iming-iming semacam ini memang cukup menggiurkan. Apalagi jika kita lihat harga emas terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada akhir 2009 harga emas di bursa NYMEX-Amerika Serikat (AS) untuk kontrak bulan Februari 2011 masih US$ 1.106,80 per ons troi. Sedangkan pada 6 Desember 2010, harga emas mencapai rekor baru di level US$ 1.416,10 per ons troi. Dalam rentang hampir setahun, harga naik 27,95%.
Potensi keuntungan besar itulah yang menarik minat investor, meskipun mereka hanya berinteraksi dengan pengelola VGMC secara online. KONTAN juga menemukan beberapa orang di Indonesia yang rela membeli CPS tawaran mereka. Padahal, VGMC tidak memiliki kantor perwakilan di sini.
Salah seorang investor itu adalah Zulfahmi Munir. Dia mengaku telah mengenal VGMC sejak awal tahun 2010. Dia mengetahui dari temannya yang bekerja di Malaysia. Merasa tertarik oleh imbal hasil yang ditawarkan, dia mencoba berinvestasi mulai Februari 2010.
Bahkan, dia membuat sebuah blog dengan nama vgmcmutiaraclub. Zulfahmi menjelaskan, bagi investor ritel, unit terkecil pembelian CPS sebanyak 1.000 saham. “Sementara harga satu sahamnya saat ini sebesar
US$ 1,05 per saham,” ujarnya. Artinya, bila ada investor yang ingin berinvestasi saat ini, dia harus menyetorkan dana minimal sebesar US$ 1.050.
Anehnya, besaran harga saham CPS mutlak ditentukan VGMC sendiri. “Saya tidak tahu bagaimana perhitungannya karena saya hanya investor yang memperoleh informasi dari website,” kata Zulfahmi. Ia pun mengaku tidak bisa menjamin legalitas VGMC apabila ada calon investor yang ingin meminta informasi lebih lanjut.
Zulfahmi memaparkan beberapa keuntungan yang bisa diperoleh dari investasi ini. Selain mendapatkan dividen saban bulan, investor juga bisa bertransaksi emas. Caranya? VGMC akan memberikan semacam fasilitas margin tiga kali lipat dari jumlah nominal saham yang dimiliki si investor.
Contohnya, seorang investor membenamkan dana US$ 1.050. Maka, dia akan mendapat kesempatan bertransaksi emas hingga nominal US$ 3.150. Bila harga emas sebesar US$ 1.400, maka investor bisa bertransaksi hingga 2 ons troi emas. Selisih dari transaksi jual-beli itulah yang nantinya menjadi keuntungan bagi investor.
Zulfahmi tak sendirian mengisap sari dari investasi di VGMC tersebut. Melalui salah satu forum pembaca sebuah situs berita online, Luki Santoso juga memaparkan potensi keuntungan investasi itu.
Saat ditemui KONTAN pada pekan lalu, pria ini mengaku sudah setahun menginvestasikan dana sebesar US$ 2.000 di VGMC. Bahkan, dia mengaku bisa menarik investor lain dengan investasi yang lebih besar dari setoran investasinya.
“Bila berhasil membawa investor baru, saya dijanjikan akan mendapat 10% dari nominal investasi yang ditaruhnya,” kata Luki. Dia pun mengaku sudah menikmati hasilnya dengan mendapat komisi dari VGMC.
Seperti Zulfami, Luki juga mengenal VGMC dari kawannya. Lantaran sang teman tidak pernah mengalami kendala, Luki pun tergiur untuk turut berinvestasi. Bahkan, ini investasi pertamanya. Dia mengaku belum pernah berinvestasi saham atau reksadana.
Toh, meski belum berpengalaman di dunia investasi, Luki tak ragu berinvestasi di VGMC. Dia mengaku membiayai investasi awalnya tersebut dari pinjaman bank. “Saya memberanikan diri meminjam uang dari bank karena saya yakin bisa untung,” ujar pria yang mengaku masih tercatat sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi terkenal di Jakarta.
Yang pasti, baik Luki dan Zulfahmi, sama-sama mengetahui bahwa risiko investasi ini sangat besar. Mereka juga bilang tidak pernah berinteraksi langsung dengan pengelola VGMC di Panama. “Saya hanya bermodalkan kepercayaan. Kalau mau untung besar, risikonya juga pasti besar,” ujar Zulfahmi dengan penuh kesadaran.
Namun, bila kelak ada masalah, Zulfahmi dan Luki tidak bisa membayangkannya. “Semoga tidak ada apa-apa karena teman saya selama ini juga aman-aman saja,” tukas Luki.
Persoalannya, mengapa dana investasi pada saham VGMC juga bisa dipakai untuk bertransaksi emas dengan fasilitas marjin? “Memang seperti itu aturan VGMC,” kata Luki. Dia menjelaskan, hasil dari jual-beli emas menjadi keuntungan investor. Sedangkan batasan fasilitas marjin tidak berubah dengan realisasi keuntungan itu.
Investasi bodong?
Zulfahmi dan Luki harus bersiap menghadapi segala kemungkinan. Di Malaysia, Bank Negara dan Securities Commission Malaysia (SC) , telah memasukkan VGMC dalam daftar hitam investasi yang mengandung penipuan. “VGMC mirip Swisscash yang sudah kami blacklist,” begitu penjelasan SC kepada situs Berita Semasa.
Analis Askap Futures, Ibrahim, mengatakan sepanjang pengetahuannya berkecimpung dalam dunia investasi, dia belum pernah mendengar nama VGMC. “Jika mengaku perusahaan emas besar, seharusnya namanya familiar,” ujar dia.
Ia mengkhawatirkan, investasi itu hanya kedok dari aksi penipuan dengan memanfaatkan situasi krisis global dan peningkatan harga emas dunia. Apalagi, VGMC berdomisili di Panama. “Jangankan di sana, di negara tetangga seperti Singapura juga banyak yang seperti itu,” kata Ibrahim. Dia mengaku pernah coba-coba berinvestasi pada perusahaan seperti ini dan akhirnya tertipu.
Ibrahim bilang, berinvestasi lewat perusahaan asing yang berdomisili di luar negeri sangat berisiko. Salah satu kendalanya adalah kepastian hukum jika terjadi konflik di kemudian hari. Investor bakal kesulitan berhadapan dengan hukum di negara tempat perusahaan itu.
Di sisi lain, saat ini modus investasi dengan tawaran menjadi bagian dari pemodal di sebuah perusahaan multinasional memang marak. Sehingga, misalkan, perusahaan itu bangkrut, maka pengelola dengan mudahnya menjanjikan akan mendahulukan pelunasan hak si investor. Tapi, menurut Ibrahim, hal semacam itu hanya akal bulus pengelola untuk lari dari tanggung jawab.
Sumber: http://www.jatger.net/2013/01/ciri-ciri-investasi-bodong-penipuan.html
Sumber: http://brokerforex.com/investasi-vgmc-penipuan-dan-scam/#sthash.qv2VZI4j.f9GcGkIe.dpbs
ANALISA KASUS:
Investasi bodong lagi-lagi menjdi masalah di masyarakat. Padahal sudah berulang kali hal seperti ini terjadi dan mengakibatkan banyak orang jadi korban serta pelaku meringkuk di jeruji besi. Tetapi mungkin sifat bawaan manusia yaitu malas yang menjadi penyebabnya. Malas berusaha kerja keras, maunya dapat untung besar tanpa melakukan usaha sendiri, Hal seperti inilah yang dimanfaatkan para pelaku penipuan investasi bodong. Mereka mengambil celah dari sifat manusia yang malas berusaha sendiri untuk mencari uang dengan iming-iming investasi dengan bagi hasil keuntungan yang menggiurkan missal seminggu mendapat bagian keuntungan sebesar 8 – 15 persenBerdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan produksi) dari modal barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Contohnya membangun rel kereta api atau pabrik.
Investasi adalah suatu fungsi pendapatan dan tingkat bunga, dilihat dengan kaitannya I= (Y,i). Suatu pertambahan pada pendapatan akan mendorong investasi yang lebih besar, dimana tingkat bunga yang lebih tinggi akan menurunkan minat untuk investasi sebagaimana hal tersebut akan lebih mahal dibandingkan dengan meminjam uang. Walaupun jika suatu perusahaan lain memilih untuk menggunakan dananya sendiri untuk investasi, tingkat bunga menunjukkan suatu biaya kesempatan dari investasi dana tersebut daripada meminjamkan untuk mendapatkan bunga.
Nah, dari pengertian investasi tersebut, pada dasarnya investasi merupakan kegiatan menitipkan modal usaha bisa berupa barang/uang/saham dan lain-lain ke orang lain dan mendapatkan bagi hasil dari usaha tersebut. Ketika investasi dikategorikan bodong jika pada akhirnya kegiatan invests tersebut tidak sesuai dengan prjanjian yang telah disepakati kedua belah pihak dimana si pelaku investasi ingkar janji bahkan melarikan modal investasi. Padahal ciri-ciri investasi bodong bisa kita ketahui lebih dini jika kita termasuk orang yang jeli, karena cirri- investasi yang bodong berbeda dengan cirri investasi yang benar-benar investasi bukan penipuan.
Inilah beberapa ciri investasi bodong atau investasi penipuan yang sering terjadi di masyarakat :
1. Menjanjikan Bagi hasil keuntungan yang tidak realistis. Seperti kasus investasi bodong terakhir yang terjadi adalah berupa investasi usaha toko susu yang berhasil mengeruk Rp 5 M dari para anggotanya. Dalam hal ini Pelaku menjanjikan bgi hasil keuntungan 8-15 persen per minggu kepada setiap anggotanya. Pada awalnya, pembayaran bagi hasil berjalan lancer hingga beberapa bulan, namun kemudian Pembayaran seret dan pelaku hilang entah kemana. Kasus seperti ini sering terjadi dengan berbagai kedok usaha investasi bodong seperti berkedok investasi warung makan (pernah terjadi menimpa tman saya), arisan, Forex trading, dan lain-lain.
2. Tidak ada Badan hukumnya. Biasanya investasi bodong atau investasi penipuan tidak terdaftar di badan hukum. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga investasi bodong memiliki badan hukum namun pelakunya bener-bener nekat menipu para nasabahnya.
3. Tempat usahanya meragukan. Misal tempat usaha yang baru aja dibangun oleh pelaku orang yang tidak kita kenal kepribadiannya sebelumnya. Nggak logis kan tempat usaha kecil misal cuma toko susu dengan omset penjualan tidak seberapa bila di banding bagi hasil yang ditawarkan
4. Biaya administrasi untuk bergabung invetasi ini besar. Misalnya untuk alasan bayar produk ini itu untuk menjadi anggota.
5. Administrasi dilakukan secara manual sehingga sulit untuk mengontrol kegiatan usaha investasi bodong tersebut dan sulit mengoleksi data yang akurat dari kegiatan investasi tersebut
6. Skema bisnis investasi kadang tidak jelas
7. Menggunakan model ponzi scheme yaitu dana dari investor baru dipakai untuk membayar keuntungan investor lama, begitu seterusnya sehingga investor terakhirlah yang benar-benar terugikan meskipun dengan dalih bahwa tidak ada istilah anggota terakhir karena pasar selalu tumbuh.. tetapi tetap saja member terakhir rugi, Logikanya seperti itu.
Mungkin itu beberapa ciri umum yang biasa kita lihat di masyarakat mengenai investasi bodong investasi penipuan, sebenarnya kunci utama supaya kita tidak menjadi korban penipuan investasi bodong adalah “Jangan mudah tergiur menjadi kaya dengan cepat, jangan mudah tergiur bagi hasil yang besar, cobalah dipikir ulang secara logika apakah realistis atau tidak” Semua pakai usaha untuk menjadi kaya, Semua butuh proses yang harus dilalui dengan kerja keras untuk berhasil. Mulailah menghilangkan rasa malas melakukan usaha sendiri Setiap usaha membutuhkan kerja keras, sabar, tahan banting dan ulet. Menitipkan uang atau harta kita untuk dijalankan orang lain akan berpeluang terjadinya tindakan penipuan. Lakukan sendiri, jika untung ya kita untung dengan hasil sendiri, rasanya lebih nikmat. Dan jika memang harus rugi ya rugi karena kita sendiri bukan disebabkan oleh investasi bodong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar